OKU Timur,RuangInvestigasi.com - Proyek rekonstruksi tanggul banjir di Desa Sabah Lioh, Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten OKU Timur, yang bersumber dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dikerjakan oleh PT. Legend Bukit Konstruksi dengan nilai kontrak Rp15.002.000.000, kini terancam menjadi simbol bobroknya tata kelola proyek hibah bencana di daerah.
Pantauan media di lapangan menunjukkan, pekerjaan yang seharusnya menyelamatkan masyarakat dari ancaman banjir justru dikerjakan asal jadi, melewati batas waktu kontrak, serta diduga kuat tidak sesuai spesifikasi teknis (spek).
Ironisnya, tidak tampak konsultan pengawas maupun tenaga teknis dari BPBD OKU Timur di lokasi. Proyek bernilai miliaran rupiah itu hanya diawasi oleh pekerja harian lepas tanpa peralatan dan prosedur kerja yang sesuai.
Pada bagian talud penahan air, pekerja terlihat menyusun batu kali secara manual tanpa adukan semen yang memadai. Campuran pasir dan semen hanya disiram ala kadarnya di permukaan batu.
Praktik ini jelas melanggar ketentuan teknis sebagaimana tertuang dalam Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2016 tentang Pedoman Teknis Bangunan Pengaman Sungai dan Tanggul.
Lebih parah lagi, adukan beton dilakukan di atas tanah, tanpa takaran air dan semen yang terukur, kemudian langsung dibuang ke dasar talud.
Kualitas seperti ini tidak layak disebut konstruksi penanggulangan bencana, melainkan hanya tumpukan material tanpa standar mutu.
Masyarakat sekitar pun mulai resah dan mempertanyakan ke mana pengawasan BNPB sebagai pemberi hibah?
Bukankah setiap hibah penanggulangan bencana wajib disertai dengan monitoring, evaluasi, dan audit teknis sesuai amanat Peraturan BNPB Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Hibah Penanggulangan Bencana?
Jika BNPB tutup mata atas kualitas seperti ini, maka publik pantas menduga bahwa BNPB hanya pandai menyalurkan dana, tapi lemah dalam mengawasi pelaksanaannya.
Apakah dana hibah ini sekadar seremonial “serah terima anggaran”, sementara di lapangan masyarakat dibiarkan menerima hasil yang tak layak?
Pergeseran Jabatan di BPBD Makin Memperkeruh Dugaan
Belum selesai proyek, Kepala BPBD OKU Timur sebelumnya, Masagus Habibullah Haryawan, S.I.P., M.M., digantikan oleh Drs. Dwi Supriyanto, M.M., yang kini merangkap jabatan sebagai Asisten II Bidang Tata Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda OKU Timur.
Pergantian ini justru memperkuat dugaan adanya masalah internal dan potensi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.
Sumber internal menyebutkan, dana hibah dari BNPB diserap dalam dua tahap:
- 50% saat Habibullah masih menjabat Kepala BPBD, dan
- 50% berikutnya dikelola oleh PLT Dwi Supriyanto.
Kepala Inspektorat OKU Timur membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi.
“Benar, itu hibah dari BNPB. Separuh anggaran dikelola oleh Kepala BPBD sebelumnya, dan separuh lagi oleh PLT yang sekarang. Kami akan melakukan investigasi terhadap kegiatan itu,” tegasnya.
Namun anehnya, Ketika RuangInvestigasi.com menyambangi kantor BPBD OKU Timur, PLT Kepala BPBD Drs. Dwi Supriyanto, M.M. memilih tidak banyak berkomentar.
Ia yang kini diketahui meneruskan penggunaan 50% sisa anggaran hibah BNPB tersebut, mengaku enggan memberikan keterangan rinci.
“Saya tidak bisa jawab, takut salah jawab,” ujarnya singkat.
Lebih lanjut, Dwi justru mengarahkan media untuk menemui pihak Dinas PUPR.
“Kalau mau lebih jelasnya, temuin aja Hendra dari PUPR, karena dia pembuat teknisnya. Jadi dia lebih tahu,” tambahnya.
Pernyataan tersebut menimbulkan tanda tanya besar.
Mengapa seorang pejabat teknis dari Dinas PUPR terlibat dalam penyusunan teknis proyek BPBD yang dibiayai oleh hibah BNPB?
Apakah terjadi tumpang tindih kewenangan antarinstansi, atau justru indikasi keterlibatan lintas dinas dalam pelaksanaan proyek yang berpotensi menyalahi aturan keuangan negara?
Tanggung Jawab Hukum dan Sorotan Publik
Sikap saling melempar tanggung jawab antara BPBD dan pelaksana, serta lemahnya fungsi pengawasan BNPB, jelas melanggar prinsip akuntabilitas publik sebagaimana diatur dalam:
- Pasal 3 dan 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan
- Permenkeu Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Hibah.
Dengan anggaran yang mencapai Rp15 miliar lebih, proyek ini seharusnya mampu memberikan perlindungan nyata bagi warga dari ancaman banjir.
Namun yang tampak justru indikasi kuat pembiaran, lemahnya pengawasan, dan potensi penyimpangan penggunaan dana hibah negara.
Pergantian pejabat, kualitas proyek yang buruk, serta sikap saling buang badan antara BNPB, BPBD, dan pelaksana lapangan memperkuat dugaan bahwa proyek ini berpotensi menjadi bancakan berjamaah dengan dalih penanggulangan bencana.
Kini publik menunggu langkah tegas Aparat Penegak Hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk turun tangan.
Apakah proyek hibah BNPB di OKU Timur ini akan kembali berakhir tanpa pertanggungjawaban, atau justru menjadi pintu pembuka pengungkapan skandal penyalahgunaan dana hibah nasional?
(Tim redaksi)