Iklan

Iklan

,

Iklan

Revitalisasi Sekolah: Harapan Besar, Ancaman Korupsi Mengintai Lampung Selatan

, 9/23/2025 WIB
Gambar Ilustrasi  

Lampung Selatan – Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Namun di balik senyum anak-anak yang menanti sekolah layak, program revitalisasi sekolah justru menyimpan potensi masalah serius jika tidak diawasi dengan ketat.


Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tahun 2025 menargetkan 13.834 sekolah di seluruh Indonesia untuk direvitalisasi. Hingga awal September, sudah 11.179 sekolah menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dan menerima pencairan dana tahap pertama sebesar 70%. Sisa 30% akan cair setelah progres fisik mencapai 70%.


Khusus di Lampung Selatan, program ini harus menjadi perhatian serius. Pasalnya, pola swakelola yang memberi kewenangan penuh kepada kepala sekolah membuka ruang rawan terjadinya penyelewengan anggaran.



Potensi Kecurangan Kepala Sekolah

Beberapa modus kecurangan yang kerap terjadi dalam proyek swakelola antara lain:

  • Manipulasi laporan pertanggungjawaban, mulai dari kwitansi fiktif hingga mark-up harga bahan bangunan.
  • Penggunaan tenaga kerja fiktif, di mana daftar gaji pekerja hanya formalitas, sementara dananya dikantongi pribadi.
  • Pengalihan dana untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian barang mewah hingga perjalanan dinas fiktif.
  • Kerjasama dengan oknum pemasok, di mana material kualitas rendah dikirim dengan harga tinggi.
  • Proyek di luar anggaran, yang digunakan sebagai kedok untuk menutupi penyimpangan lain.

Jika praktik ini dibiarkan, maka gedung sekolah yang seharusnya kokoh hanya akan menjadi bangunan rapuh berusia pendek, merugikan murid sekaligus mencoreng amanah rakyat.



Fenomena Oknum LSM dan Wartawan Jadi Pelaksana Lapangan

Selain masalah di internal sekolah, muncul pula fenomena baru yang tak kalah meresahkan: oknum LSM dan wartawan ikut terlibat sebagai pelaksana lapangan proyek revitalisasi.


Seharusnya, LSM dan media berfungsi sebagai kontrol sosial untuk mengawasi jalannya program. Namun dalam praktiknya, ada oknum yang justru berubah peran menjadi “kontraktor bayangan.” Mereka masuk ke sekolah dengan mengaku bisa membantu mengurus proyek, lalu ikut mengatur pembelian material, tenaga kerja, hingga pencairan dana.


Akibatnya, fungsi pengawasan independen menjadi lumpuh. Kepala sekolah berada dalam posisi tertekan, sementara kualitas pekerjaan lapangan kerap dikorbankan demi keuntungan pribadi. Fenomena ini tidak hanya merusak integritas program, tetapi juga menciptakan konflik kepentingan yang merugikan dunia pendidikan.



Seruan untuk Dinas Pendidikan Lampung Selatan

Masyarakat Lampung menilai, Dinas Pendidikan Lampung Selatan tidak boleh sekadar menjadi penonton. Pengawasan harus diperketat dengan melibatkan komite sekolah, orang tua murid, dan masyarakat setempat.


Transparansi laporan penggunaan dana wajib dibuka agar publik bisa mengawasi secara langsung.


Revitalisasi sekolah bukan sekadar proyek fisik, melainkan warisan untuk generasi penerus bangsa. Tanpa pengawasan yang kuat, program yang digagas Presiden ini bisa berubah menjadi ladang basah bagi para koruptor, termasuk bagi oknum-oknum luar yang seharusnya menjadi pengawas, bukan pelaku.



Menatap Akhir 2025

Kemendikdasmen menargetkan seluruh sekolah yang direvitalisasi rampung pada akhir 2025. Jika pengawasan dilakukan dengan baik, maka Lampung Selatan bisa menjadi contoh daerah sukses memanfaatkan program ini. Namun jika lengah, justru Lampung Selatan bisa tercatat sebagai daerah dengan praktik penyalahgunaan dana pendidikan.


Senyum anak-anak Indonesia adalah tujuan utama. Jangan sampai dirampas oleh tangan-tangan kotor—baik dari internal sekolah, maupun dari oknum luar yang menunggangi program ini.


Penulis : Hariansyah