Iklan

Iklan

,

Iklan

DLH Akui Baru Tahu, PT Indokom Bungkam: Skandal Limbah Diduga Bocor ke Sungai Kian Menguat

, 12/02/2025 WIB

 

Lampung Selatan — Kontroversi pembuangan limbah PT Indokom Samudra Persada memasuki babak baru. Setelah temuan pipa limbah perusahaan yang tersambung ke drainase jalan nasional dan mengarah ke sungai, kini muncul fakta mencengangkan: Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lampung Selatan mengaku baru mengetahui dugaan aliran limbah tersebut.


Sementara itu, pihak perusahaan tetap bungkam, tak memberikan klarifikasi satu kata pun, meski publik menunggu tanggung jawab moral dan penjelasan resmi.



DLH: “Kami Baru Tahu Mereka Mengalirkan Limbah ke Sungai”

Kepala Bidang Penataan Lingkungan DLH Lampung Selatan, Rudi Yunianto, akhirnya buka suara melalui pesan resminya.


Dalam keterangannya, Rudi menegaskan bahwa laporan masyarakat akan segera ditindaklanjuti. Namun ia mengakui hal yang lebih mengejutkan:


“Permasalahan mereka mengalirkan air limbah ke sungai kami baru tahu juga, Pak.”

 

Pernyataan ini menambah deretan pertanyaan publik:


Bagaimana mungkin sebuah industri besar pengolahan udang bisa mengalirkan limbah tanpa diketahui pihak pengawas daerah?


DLH Kabupaten juga menyebut akan berkoordinasi dengan DLH Provinsi karena kewenangan izin lingkungan berada pada pemerintah provinsi.


“Namun bukan berarti kami tinggal diam. Kami akan melakukan investigasi segera,” tegas Rudi.



Pipa di Drainase Nasional Diduga Dipasang Tanpa Izin

Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Lampung sebelumnya menegaskan tidak pernah mengeluarkan izin apa pun terkait pemasangan pipa limbah di saluran drainase negara.


Dengan demikian, dugaan pelanggaran bertambah kuat:


pemasangan pipa bukan hanya membahayakan lingkungan, tetapi juga melanggar aturan aset negara.



DPRD: “Masalah Ini Sudah Lama, Perusahaan Memang Bermasalah”

Sorotan pedas datang dari DPRD Lampung Selatan.
Anggota Komisi IV, Asmara, menyebut bahwa permasalahan limbah PT Indokom bukan isu baru.


“Perusahaan itu memang dari dulu sudah bermasalah… saya sudah beberapa kali turun,” ujarnya.

 

Asmara menduga adanya ketidaksesuaian antara izin dan praktik lapangan.


“Kadang-kadang perusahaan minta izinnya beda, yang dilaksanakan beda.”

 

Ia memastikan DPRD akan berkoordinasi dengan DLH dan pemerintah desa untuk mendorong langkah tegas.



BARAK: “Ini Tidak Bisa Ditoleransi, DLH Harus Tegas!”

Sekretaris Barisan Rakyat Anti Korupsi (BARAK), Hariansyah, mengecam keras temuan dugaan aliran limbah ke sungai.


“Jika benar limbah diarahkan ke drainase hingga masuk ke sungai, itu dugaan pelanggaran berat. DLH jangan hanya menerima laporan—harus bergerak!”

 

Ia menilai pembiaran dalam kasus lingkungan akan membuka risiko besar bagi kesehatan warga dan ekosistem sungai.



Warga: Bau Busuk, Air Berbuih, dan Pemerintah Terlambat Hadir

Warga sekitar lokasi mengaku dampak bau busuk semakin parah terutama usai hujan deras.
Air drainase berubah warna dan berbuih, mengindikasikan adanya bahan pencemar.


“Kami sudah capek lapor. Perusahaan diam, pemerintah lamban,” keluh seorang warga.


Kekecewaan masyarakat makin memuncak setelah mengetahui DLH kabupaten baru mengetahui aliran limbah ke sungai dari laporan terbaru.



Tanda Tanya Besar: Siapa Mengawasi Siapa?

Kasus ini menyingkap potret buram pengawasan lingkungan:


  • Pipa limbah muncul di drainase nasional tanpa izin BPJN.
  • DLH Kabupaten baru mengetahui dugaan aliran limbah ke sungai.
  • DLH Provinsi sebagai penerbit izin belum berbicara.
  • Pihak perusahaan bungkam total.

Sementara itu, limbah yang diduga mencemari sungai terus mengalir, dan masyarakat menjadi pihak yang harus menanggung risiko.



PUBLIK MENUNGGU LANGKAH KONKRIT

Dengan menguatnya temuan dan pernyataan resmi dari berbagai pihak, masyarakat kini menunggu:


  1. Audit menyeluruh pengelolaan limbah PT Indokom
  2. Uji laboratorium terbuka mengenai kualitas air di drainase dan sungai
  3. Penindakan tegas apabila dugaan pelanggaran terbukti
  4. Klarifikasi resmi perusahaan

Skandal limbah ini kini menjadi perhatian luas, dan publik menuntut penyelesaian yang transparan, bukan sekadar janji.


(Tim/red)