Iklan

Iklan

,

Iklan

Skandal PKH Batu Agung: KPM Dibungkam, Pengondisian Media - Indikasi Aktor Intelektual Mulai Tercium

, 12/03/2025 WIB

Lampung Selatan, 3 Desember 2025 — Kasus dugaan pemotongan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Batu Agung semakin menunjukkan pola yang tidak wajar. Setelah salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berani bersuara ke media, justru muncul rangkaian kejanggalan yang mengarah pada upaya pembungkaman, pengondisian, hingga interferensi struktur pemerintahan kecamatan. Rantai kejadian ini memunculkan dugaan kuat bahwa ada aktor intelektual yang bekerja di balik layar untuk mengendalikan dinamika kasus.



KPM Pelapor Mendadak Bungkam: Ada Tekanan?

Kisah bermula dari seorang KPM yang melaporkan adanya pemotongan bantuan PKH. Namun tidak lama setelah ia bersuara lantang di sejumlah media, KPM tersebut tiba-tiba terdiam.


Informasi lapangan menyebutkan bahwa KPM dipaksa menandatangani dokumen tertentu pasca ia menyuarakan dugaan pungli di media. Fakta ini menjadi alarm kuat bahwa kasus ini tidak lagi berjalan natural. Ada tekanan. Ada arahan. Ada pihak yang ingin menghentikan laporan sebelum merembet lebih jauh.


Tidak mungkin seorang ketua kelompok mampu melakukan pembungkaman seterorganisasi itu tanpa arahan dari atas.



Kejanggalan Besar: Pembagian Amplop Saat Jumpa Pers

Salah satu momen yang paling menyita perhatian publik adalah ketika seorang individu membagikan amplop kepada wartawan pada saat konferensi pers di Balai Desa Batu Agung sambil berucap:


“Berita yang bagus-bagus saja.”

 

Gerakan ini bukan hanya tidak etis—tetapi mengindikasikan adanya upaya pengendalian narasi dan pembungkaman media.

Pertanyaannya:

  • Siapa yang menyuruh orang itu membawa amplop?
  • Mengapa jumpa pers seolah dikendalikan?
  • Kenapa pihak tertentu begitu takut pemberitaan negatif?

Ketua kelompok jelas tidak memiliki kepentingan sebesar itu.



Camat Mendamaikan KPM & Ketua Kelompok: Gerakan Tidak Lazim, Tidak Sah, dan Mengundang Curiga

Rangkaian kejanggalan berlanjut ketika Camat ikut memediasi “perdamaian” antara KPM dan ketua kelompok.

Langkah ini dianggap publik sebagai tindakan melampaui kewenangan sekaligus tidak etis.

Karena:

  • Camat tidak memiliki kewenangan menangani dugaan pidana bansos
  • Mediasi dilakukan tertutup, tanpa akses publik
  • Peran camat dalam kasus pungli tidak pernah diatur dalam mekanisme PKH

Jika mediasi tersebut bertujuan menenggelamkan kasus, itu berarti ada kekuatan yang menginstruksikan camat untuk bergerak.

Ini adalah pola klasik pengondisian birokrasi.



Pernyataan Kepala Dinsos Justru Mengaburkan Tanggung Jawab

Kepala Dinas Sosial Lampung Selatan dalam pernyataannya menyebut bahwa pemotongan dilakukan oleh ketua kelompok, bukan pendamping PKH, dan bahwa ketua kelompok berada di luar struktur sehingga tidak bisa diberi sanksi.

Pernyataan ini menuai kritik keras. Publik menilai Dinsos justru terlihat mencuci tangan.

Jika pemotongan sudah lama terjadi:

  • Mengapa pendamping tidak pernah tahu?
  • Apakah pendamping lalai? Atau diam?
  • Atau memang ada pola yang sengaja dibiarkan terjadi?

Justru jawaban Dinsos menggambarkan teka-teki besar:
Siapa yang dilindungi?



Sumber Internal Pemkab: “Pola Ini Sudah Lama dan Masif”

Seorang sumber internal di Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan memberikan pernyataan mengejutkan:


“Harus ada penyegar di tubuh Dinsos Lamsel. Pola ini sudah lama terjadi masif — pemotongan bansos dari segala arah.”

 

Jika ini benar, maka kasus di Batu Agung hanyalah bagian kecil dari pola besar yang telah mengakar.

Artinya:

  • Pemotongan PKH bukan insiden tunggal
  • Ada jaringan
  • Ada sistem
  • Ada aktor dengan posisi kuat yang mengatur alurnya

Dan jika pola ini masif, maka mustahil tidak ada “kendali pusat”.



Arah Investigasi Menunjuk: Ada Aktor Intelektual, Bukan Sekadar Ketua Kelompok

Melihat rangkaian kejanggalan:

✔ KPM pelapor dibungkam
✔ Ada pemaksaan tanda tangan
✔ Amplop untuk wartawan agar berita dikendalikan
✔ Camat ikut turun tangan dalam mediasi gelap
✔ Dinsos mengeluarkan pernyataan yang menghilangkan akuntabilitas
✔ Ada pengakuan internal mengenai pola masif pemotongan bansos

Maka jelas bahwa kasus ini tidak mungkin berdiri sendiri.


Ketua kelompok hanyalah pelaku lapangan.
Pendamping hanyalah garda depan.


Aktor intelektualnya kemungkinan berada pada tingkat:

  • Pengendali pendamping
  • Pengatur kebijakan lokal
  • Penjaga citra institusi
  • Penghubung antara struktur desa, kecamatan, dan dinas

Dengan kata lain, ada kepentingan besar yang ingin kasus ini tidak keluar dari lingkaran kecil.



Publik Mendesak: Polres Lampung Selatan Harus Turun Tangan

Kasus ini tidak bisa lagi ditangani dengan pola mediasi tertutup atau klarifikasi sepihak.
Ini sudah masuk ranah:

  • Dugaan pungli
  • Dugaan pemerasan
  • Dugaan pembungkaman saksi
  • Dugaan pengondisian media
  • Dugaan penyalahgunaan kewenangan pejabat

Publik tegas menuntut:

 

“Polres Lampung Selatan, baik Tipidter maupun Tipikor, harus menyelidiki pola, aktor lapangan, hingga aktor intelektual dalam kasus ini.”

 

Karena jika tidak ditangani, bukan hanya PKH yang tercoreng, tetapi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan program nasional akan runtuh.


Skandal PKH Batu Agung kini bukan sekadar dugaan pungli — tetapi dugaan jaringan terstruktur. Publik menunggu siapa aktor intelektualnya.

(Nopri/tim)