![]() |
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung |
Mimpi Anak Bangsa Tergadai oleh Uang Seragam
Lampung Selatan, 29 Mei 2025 - Di tengah derasnya janji pemerintah tentang pendidikan gratis dan inklusif, sebuah kisah memilukan datang dari SMP Negeri 3 Tanjung Bintang, Desa Rejomulyo, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan.
Seorang siswa kelas 7B hampir gagal mengikuti ujian tengah semester hanya karena belum melunasi sisa uang seragam sebesar Rp131 ribu.
"Bu, saya disuruh pulang. Katanya belum lunas seragam," ujar sang anak lirih, Kamis (23/5/2025).
Sang ibu, yang hanya mampu membayar Rp750 ribu dari total biaya Rp881 ribu, terpaksa berkeliling meminjam uang.
"Saya cuma dapat Rp50 ribu. Tapi saya tahu ini penting buat masa depan anak saya," katanya dengan mata berkaca.
Anaknya akhirnya diizinkan mengikuti ujian. Tapi tidak demikian dengan siswi lain yatim, tinggal bersama ibu buruh harian yang hanya bisa menangis karena tak sanggup membayar.
"Ibunya bingung harus cari ke mana lagi uang buat seragam," ungkap seorang warga.
Yang lebih memprihatinkan, para siswa di sekolah ini bahkan tidak bisa mengambil rapor jika belum melunasi biaya seragam. Padahal, seragam seharusnya menjadi fasilitas pendukung bukan alat ancaman yang menghambat hak belajar anak.
Ke Mana Dana Bantuan Pemerintah?
Di atas kertas, berbagai program pemerintah seperti BOS dan PIP hadir untuk menjamin bahwa anak-anak dari keluarga tak mampu tetap bisa mengakses pendidikan. Namun kenyataannya, siswa masih dijegal dengan alasan administrasi.
Ini bukan semata soal kebijakan sekolah, tapi soal kegagalan pengawasan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan.
Sanksi Tegas, Bukan Permakluman
Jika benar kepala sekolah membiarkan bahkan menjalankan kebijakan diskriminatif yang menghambat hak pendidikan siswa, maka tidak cukup dengan sekadar teguran. Sanksi administratif hingga pencopotan jabatan harus diterapkan.
Seorang kepala sekolah yang gagal memahami bahwa pendidikan adalah hak, bukan komoditas, tidak layak diberi kepercayaan untuk memimpin satuan pendidikan.
Lebih jauh, Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan juga harus bertanggung jawab. Kasus ini menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi dan pengawasan terhadap kepala sekolah sangat lemah bahkan nyaris tidak berjalan.
Jika tidak ada tindakan tegas, maka wibawa Dinas Pendidikan patut dipertanyakan.
Sekolah Tempat Tumbuh Mimpi, Bukan Tempat Belajar Luka
Pendidikan bukan hadiah, tapi hak. Tidak boleh ada anak Indonesia yang mimpinya dikubur hanya karena tak mampu membayar Rp131 ribu.
Selama negara dan aparat pendidikannya masih membiarkan hal semacam ini terjadi, maka cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa hanya akan jadi slogan kosong di atas kertas.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Sekolah SMPN 3 Tanjung Bintang belum memberikan pernyataan resmi. Dinas Pendidikan Lampung Selatan juga belum menyampaikan klarifikasi.
(Tim/red)