Bandar Lampung – RuangInvestigasi.com
Proyek pembangunan Puskesmas Campang Raya milik Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung dengan anggaran Rp3,5 miliar (APBD 2025) kini menjadi sorotan publik. Proyek yang dimenangkan oleh CV Abdi Primajaya tersebut diduga mengandung banyak penyimpangan di lapangan.
Berdasarkan investigasi media ini, ditemukan indikasi pelanggaran terhadap peraturan teknis konstruksi, keselamatan kerja, serta asas transparansi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Temuan di Lapangan:
- Hampir seluruh pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana diwajibkan dalam Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja Konstruksi.
- Papan proyek tidak terpasang, yang jelas melanggar Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 6 huruf f, yang menegaskan prinsip transparansi.
- Material konstruksi, khususnya besi, diduga tidak sesuai spesifikasi teknis (bestek). Pernyataan Kepala Tukang, Budi, menyebutkan bahwa besi yang digunakan ukuran 8, 10, 12, dan 16. Namun, temuan fisik di lapangan menunjukkan penggunaan besi dengan ukuran dan mutu yang diragukan.
“Besi yang kami pakai semua ukuran, 8 sampai 16,” ujar Budi di lokasi. Namun fakta di lapangan justru menunjukkan dugaan pengurangan spesifikasi besi yang sudah tertanam di struktur awal.
Tidak Ada Pengawasan Konsultan
Ironisnya, proyek bernilai miliaran rupiah ini tidak diawasi oleh konsultan pengawas maupun perwakilan kontraktor pelaksana, yang semestinya wajib hadir di lokasi sebagaimana diatur dalam Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia, serta Permen PUPR No. 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
“Di lokasi hanya ada pekerja harian. Tidak ada pengawasan profesional. Ini sangat rawan manipulasi kualitas pekerjaan,” kata seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
LSM Front Pemantau Kriminalitas: Bongkar Proyek, Audit Harus Dilakukan
Ketua DPD Front Pemantau Kriminalitas Provinsi Lampung, Hariansyah, menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Pemkot Bandar Lampung agar proyek tersebut dihentikan sementara dan dilakukan audit teknis dan keuangan.
“Kami sudah bersurat agar proyek dihentikan. Walaupun baru 35% berjalan, indikasi pengurangan volume sudah tampak jelas. Kalau dibiarkan, ini bukan hanya kelalaian, tapi dugaan praktik manipulasi anggaran,” tegasnya.
Lebih jauh, Hariansyah menyebut bahwa jika Dinas PU Kota Bandar Lampung membiarkan kondisi ini, maka patut diduga ada kongkalikong antara penyedia, PPK, dan pengawas proyek.
“Ini struktur bangunan, pembesian pondasi sudah tertanam, tapi ukuran besinya tidak sesuai. Jika dibiarkan, kita patut curiga ada yang sengaja membiarkan. Jangan-jangan sudah dikondisikan sejak awal,” pungkasnya.
Tuntutan Masyarakat: Bongkar dan Transparansi
Masyarakat dan elemen pemantau publik kini menuntut agar proyek dibongkar dan diaudit, serta meminta Inspektorat Kota Bandar Lampung dan Kejaksaan turun tangan melakukan investigasi.
Dasar Hukum Terkait:
- UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
- Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 (Jasa Konstruksi)
- Permen PUPR No. 22 Tahun 2018 (Bangunan Gedung Negara)
- Perpres No. 16 Tahun 2018 (Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)
- Permenaker No. 5 Tahun 2018 (K3 Konstruksi)
(Red/tim)