Iklan

Iklan

,

Iklan

Mandek 5 Bulan, Kasus Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan oleh Kades Malangsari Diduga Diseret ke Jalur Sunyi

, 6/04/2025 WIB


Lampung Selatan, 4 Juni 2025 - Laporan dugaan pemalsuan tanda tangan bendahara desa oleh Kepala Desa Malangsari, hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan berarti di Polres Lampung Selatan. Laporan yang teregister dengan nomor LP/B-44/I/2025/SPKT/Res Lamsel/Polda Lampung tertanggal 30 Januari 2025, kini telah melewati lima bulan tanpa kejelasan status hukum lebih lanjut.


Penyidik Polres Lampung Selatan memang mengakui telah mengeluarkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) kepada pelapor. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda kasus ini naik ke tahap penyidikan. Hal ini memunculkan pertanyaan publik: apakah kasus ini serius ditangani, atau sengaja dibiarkan mengendap?


Dana Desa Dicairkan Tanpa Persetujuan, Tandatangan Diduga Dipalsukan

Pelapor, Anton Wijaya (AW), yang merupakan bendahara resmi Desa Malangsari, kepada media mengungkapkan bahwa dana desa dicairkan tanpa persetujuan dan kehadirannya pada dua kesempatan: 19 dan 30 Desember 2024, melalui Bank Lampung KCP Tanjung Bintang.


“Totalnya Rp 71,5 juta. Rinciannya, Rp 62,5 juta pada pencairan pertama dan Rp 9 juta pada pencairan kedua. Saya tidak pernah menandatangani pencairan itu, dan baru mengetahui setelah memperoleh dokumen dari pihak bank,” ujar Anton Wijaya, Rabu (5/3/2025).


Fakta ini memunculkan dugaan kuat bahwa tanda tangan Anton Wijaya telah dipalsukan oleh Kepala Desa demi mencairkan dana desa secara sepihak. Tindakan ini jelas melanggar ketentuan administrasi dan masuk dalam kategori tindak pidana pemalsuan dokumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.


Bank Lampung KCP Tanjung Bintang Diduga Langgar SOP

Pencairan dana desa tanpa kehadiran dan tanda tangan bendahara desa seharusnya tidak mungkin terjadi jika prosedur operasional standar (SOP) dijalankan dengan benar oleh pihak bank. Namun, dalam kasus ini, pencairan tetap dilakukan, memunculkan dugaan adanya kelalaian atau pelanggaran di internal Bank Lampung KCP Tanjung Bintang.


Lebih dari itu, media ini memperoleh data bahwa pencairan tanpa bendahara bukan hanya terjadi di Desa Malangsari. Beberapa desa lain di wilayah pelayanan bank tersebut diduga mengalami hal serupa. Fenomena ini mengindikasikan adanya sistem yang lemah, bahkan mungkin dibuka ruang untuk kolusi antara oknum kepala desa dan petugas bank.


Inspektorat Angkat Tangan, DPMD Dinilai Gagal

Plt Inspektur Lampung Selatan, Anton Carmana, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihak Inspektorat tidak bisa melakukan pemeriksaan selama proses hukum masih berjalan di kepolisian.


"Siap, kalo suatu kasus sudah dilaporkan ke APH, Inspektorat tidak boleh turut campur, kecuali kasus tersebut oleh Polres dilimpahkan ke Inspektorat, benar terkait pencairan dana desa wajib melibatkan bendahara. Harus hadir dua-duanya, bendahara dan kepala desa,” tegasnya.


Sementara itu, kinerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lampung Selatan turut disorot. Lembaga ini dinilai gagal memberikan bimbingan teknis (bimtek) dan pengawasan kepada desa-desa dalam menerapkan Permendagri No. 20 Tahun 2018. Dalam regulasi tersebut jelas disebutkan bahwa pencairan dana desa harus melalui prosedur ketat, dengan pengawasan internal desa yang melibatkan bendahara secara aktif.


Ketika dimintai tanggapan, Kepala DPMD Lampung Selatan Erdiyansyah menjawab singkat, “Kami akan kroscek melalui camat terlebih dahulu.”


Pernyataan tersebut dinilai tidak mencerminkan keseriusan lembaga dalam merespons potensi penyalahgunaan wewenang di tingkat desa.


Desakan Publik untuk Transparansi dan Tegaknya Hukum

Dugaan pemalsuan tanda tangan dan pencairan dana secara ilegal ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga termasuk dalam tindak pidana. Masyarakat kini mendorong agar aparat penegak hukum bertindak tegas, profesional, dan transparan dalam menyelesaikan perkara ini.


Ada kekhawatiran bahwa kasus ini bisa saja berujung "mati suri", sebagaimana banyak kasus dugaan korupsi desa yang tak kunjung terang. Keterlibatan lebih luas, seperti kelalaian pihak bank dan lemahnya pengawasan dari dinas terkait, juga seharusnya menjadi pintu masuk bagi penyelidikan yang lebih dalam dan menyeluruh.


Jika dibiarkan, praktik serupa akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan dana desa, dan membuka celah korupsi yang semakin lebar di tingkat akar rumput.


(Nop/tim)